Perusahaan didirikan sebagai evolusi dari kerja sama PN Telekomunikasi dan Siemens AG pada tahun 1966. Kerja sama ini berlanjut pada pembentukan Pabrik Telepon dan Telegraf (PTT) sebagai bagian dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pos dan Telekomunikasi (LPP Postel) pada tahun 1968.
Pada tahun 1974, bagian ini dipisahkan dari LPP Postel menjadi sebuah Perseroan Terbatas yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Postel. Pendirian Perusahaan ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 34 tahun 1974 tertanggal 23 September 1974 tentang Penyetoran Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Industri Telekomunikasi dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.: Kep- 1771/MK/IV/12/1974 tertanggal 28 Desember 1974 tentang Penetapan Modal Perusahaan Perseroan.
Anggaran Dasar Perusahaan dibuat oleh Akta Notaris Pengganti Warda Sungkar Alurmei, S.H., Nomor 322 tertanggal 30 Desember 1974 dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. Y.A.5/273/10 tertanggal 1 Agustus 1975, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Akta Notaris Muhammad Hanafi, S.H., Nomor: 34 tanggal 28 Februari 2017, dan telah mendapat persetujuan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. : AHU-AH.01.03-0114165, tahun 2017 tertanggal 07 Maret 2017.
Proses industri modern di Indonesia dimulai pada tahun 1970-an dengan tokoh sentral, B.J. Habibie, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi pada tahun 1974. Pada era ini muncul strategi penguasaan teknologi dan pengembangan industri.
Reorganisasi berlangsung secara bertahap, sampai akhirnya melalui Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1989 tentang Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). Badan ini menjadi tonggak awal dalam proses industrialisasi strategis modern dan berperan dalam membina, mengelola, dan mengembangkan 10 industri strategis, salah satunya adalah PT INTI (Persero).
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN No.: 036/MPBUMN/1988, PT INTI (Persero) dimasukkan ke dalam kelompok Industri Strategis. Pada 17 Januari 1998 dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 tahun 1998 yang menghilangkan peran departemen teknis dalam mengelola badan usaha milik negara (BUMN). Sebagai tindaklanjutnya, pembinaan PT INTI (Persero) beralih ke Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN.
Pada tahun yang sama BPIS mengalihkan statusnya menjadi perusahaan induk dengan nama PT Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero) atau PT BPIS, dan 10 BUMN strategis menjadi anak perusahaannya, termasuk PT INTI (Persero). Kondisi ini berakhir pada tahun 2002, di mana PT BPIS dibubarkan pada bulan Maret 2002 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2002. Selanjutnya, pengasuhan dan koordinasi PT INTI dikembalikan ke Kementerian Pemberdayaan BUMN.
PT INTI (Persero) resmi berdiri pada 30 Desember 1974. Bidang usaha PT INTI (Persero) meliputi produk-produk radio sonde, radio High Frequency (HF), radio Very High Frequency (VHF), pesawat telepon, dan stasiun bumi untuk Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa. Produk stasiun bumi yang disebut terakhir ini mencatatkan sejarah dalam perkembangan PT INTI (Persero) dengan memberikan kontribusi pada prestasi penjualan tertinggi di periode ini, yaitu sebesar Rp 24,3 milyar di 1981. Fasilitas produksi yang dimiliki PT INTI (Persero) pada periode ini antara lain:
Kerja sama teknologi yang pernah dilakukan pada era ini antara lain dengan Siemens AG, BTM, PRX, JRC. Pada era tersebut produk Pesawat Telepon Umum Koin (PTUK) PT INTI (Persero) menjadi standar Perum Telekomunikasi (sekarang Telkom).
Diawali oleh rencana pemerintah untuk melakukan digitalisasi infrastruktur telekomunikasi di Indonesia dan menunjuk PT INTI (Persero) sebagai pemasok tunggal Sentral Telepon Digital Indonesia (STDI) yang dilaksanakan berdasarkan Technical and Business Cooperation Agreement (TBCA) dengan Siemens AG.
Fasilitas produksi terbaru yang dimiliki PT INTI (Persero) pada masa ini, di samping fasilitas-fasilitas yang sudah ada sebelumnya, antara lain Pabrik Sentral Telepon Digital Indonesia (STDI) pertama di Indonesia dengan teknologi produksi Through Hole Technology (THT).
Pabrik STDI berkapasitas 150.000 Satuan Sambungan Telepon (SST) ini dibangun pada tahun 1984. Produksi pertamanya sebesar 10.000 SST diluncurkan pada tahun 1985. Di kemudian hari kemampuan pabrik ini dilengkapi juga dengan teknologi produksi Surface Mounting Technology (SMT). Produk STDI ini berkontribusi sangat signikan bagi pertumbuhan penjualan dan laba PT INTI (Persero). Walaupun pada tahun 1990 pemerintah membuka persaingan dengan mengijinkan dua pemasok sentral digital lainnya, yaitu AT&T dan NEC.
Namun, sampai dengan tahun 1998 PT INTI (Persero) masih tetap menjadi market leader dalam hal pangsa pasar infrastruktur telekomunikasi, yaitu sebesar 60% dari total pasar nasional.
Dengan memanfaatkan fasilitas pabrik ini pula, ruang lingkup produk PT INTI (Persero) dilengkapi oleh Pulse Code Modulation (PCM), Private Automatic Branch Exchange (PABX), dan pesawat telepon meja INTI 111 yang semuanya merupakan produk lisensi dari Siemens AG.
Di samping itu, PT INTI (Persero) juga memproduksi perangkat-perangkat hasil pengembangan sendiri seperti Stasiun Bumi Kecil (SBK), High Frequency (HF) Radio, Digital Microwave Radio (DMR), Sistem Telepon Kendaraan Bergerak (STKB), Pesawat Telepon Umum Coin Box, dan Pesawat Telepon Umum Swalayan (PTUS).
Sejak tahun 1989, produk PT INTI (Persero) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
Kerja sama teknologi yang pernah dilakukan pada periode ini antara lain:
Dari ketiga kategori produk tersebut, produk yang memberikan kontribusi terbesar dalam penjualan PT INTI (Persero) adalah produk sentral.
Pada era ini, PT INTI (Persero) memiliki reputasi dan prestasi yang signifikan, yaitu:
Pada periode ini, tepatnya pada 1988, berdasarkan KEPMEN 036/M-PBUMN/1988, PT INTI (Persero) masuk ke dalam Industri Strategis. Bisnis terbesar pada periode ini adalah STDI. Pada periode ini pula PT INTI (Persero) berhasil mengembangkan produk SBK 3 Kanal dan Sentral Telepon Digital Indonesia Kecil (STDI-K).
Pada akhir TBCA dengan Siemens AG, PT INTI (Persero) menetapkan posisinya sebagai penyedia solusi teknik, terutama sebagai integrator sistem untuk pengembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia, termasuk pengembangan infrastruktur telekomunikasi seluler. Tidak kurang dari 2000 BTS telah dibangun oleh PT INTI (Persero) di seluruh Indonesia.
Di era ini, kerja sama teknologi tidak lagi terkonsentrasi pada Siemens, tetapi dilakukan secara seimbang (multi-prinsipal) dengan beberapa perusahaan multinasional dari Eropa dan Asia. Aktivitas manufaktur tidak lagi ditangani oleh PT INTI (Persero), tetapi melalui spin-off dengan mendirikan anak perusahaan dan perusahaan patungan, seperti:
Bisnis terbesar dalam periode ini adalah Code Division Multiple Access (CDMA), Regional Metro Junction (RMJ), jaringan akses serat optik serta Out Site Plant (OSP), tautan microwave digital, konstruksi menara secara nasional, mekanik sipil dan listrik juga sebagai catu daya, dan juga cakupan dalam ruangan.
Pada periode ini, PT INTI (Persero) juga merevitalisasi bisnis manufakturnya untuk mengakomodasi keberlanjutan perusahaan dan menstabilkan untuk memasuki bisnis solusi teknik, integrator sistem, pengembangan produk asli, dan manajemen kursi. Tidak hanya di sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), PT INTI (Persero) memperluas portofolionya menjadi Manufacture and Assembly, Managed Service, Digital Service, dan System Integrator.
PT INTI (Persero) memperkuat posisinya untuk fokus pada lini bisnis di bidang Manufacture and Assembly, Managed Service, Digital Service dan System Integrator. Untuk mendukung bisnisnya, PT INTI (Persero) juga mengoperasikan INTI Smart Industrial Park, fasilitas produksi seluas delapan hektar di Jalan Moch Toha No 225 yang memproduksi perangkat telekomunikasi dan elektronik.
Copyright © 2020 PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero)